Tanaman Ganja Subur Di Aceh

RADAR ACEH | Aceh merupakan daerah penghasil ganja terbesar di Asia Tenggara setelah Thailand. Karenanya kalau kasus narkotika jenis ganja menjadi topik menonjol diantara kasus kriminal lainnya di Aceh hampir tak terbantahkan.

Untuk mengetahui sejarah ganja di Aceh, dari mana asal usul, bagaimana perkembanganya hingga dampak yang timbul serta adakah solusi lain agar tanaman ganja yang tumbuh subur di bumi Aceh ini bisa menjadi sektor hasil pertanian bagi menambah pemasukan daerah, Selasa (06/09).

Konon dalam sejarah disebutkan, mulanya ganja ini dibawa ke Aceh dari India pada akhir abad ke 19 ketika Belanda membuka perkebunan kopi di Dataran Tinggi Gayo.

Oleh Belanda ganja digunakan sebagai obat anti serangan hama pada pohon kopi atau ulat pada tanaman tembakau. Di kalangan orang Aceh ketika itu daun ganja kering kerap dicampur dengan tembakau untuk dihisap. Termasuk kaum wanita Aceh juga menggunakan biji ganja untuk masakan daging.

Setelah bertahun tahun dan tumbuh menyebar hampir di seluruh Aceh, ganja mulai dikonsumsi bersama‘rokok rasanya enak dapat menghilangkan stres’. Tradisi ini memang sudah sulit dihilangkan atau diberantas terutama dikalangan anak muda.

Bahkan kalangan kaula muda ini nama ganja telah diubah sebutannya menjadi bakong, bakong ijo, gelek, cimeng dan banyak lagi sebutan lainnya. Yang lebih memprihatinkan,penangkapan ganja oleh aparat keamanan diberbagai daerah banyak disebut ganja asal Aceh.

Namun klaim ini tidak bisa disambut negatif, karena memang benar adanya. Bahkan ada klaim lainya Aceh dikenal sebagai produsen ganja terbesar. Hal ini hampir dapat dibenarkan, Hampir di banyak belantara Aceh dihiasi tanaman ganja.

Tak terhindarkan lagi, isu Aceh sebagai penghasil ganja terbesar bahkan sudah mendunia. Dan kalau hari ini masyarakat internasional telah memberi label dengan sebutan “Aceh Foursquare” {Aceh Ladang Ganja ) terbesar sekaligus penyuplai ganja berkualitas nomor wahid. Pertanyaannya, apakah sebutan ini bagi masyarakat Aceh menjadi bangga atau prihatin.

Bahaya Ganja

Sedemikian berbahayanya ganja ini, sehingga untuk orang yang baru pertama kali menyalahgunakan ganja saja, akan segera mengalami intoksikasi (keracunan) ganja yang secara fisik akan terasa jantung berdebar, bola mata memerah, mulut kering dan tertidur. Biasanya setelah bangun dari tidur, dampak fisik akan hilang. Penyalahgunaan ganja secara fiskologi juga menyebabkan dampak yang cukup berbahaya seperti timbulnya rasa kuatir, timbulnya perasaan tertekan dan gelisah.

Pada penyalahgunaan ganja dengan dosis tinggi, dampaknya lebih parah lagi yaitu mengalami ilusi (khayalan), mengalami delusi (terlalu menekankan pada keyakinan yang tidak nyata), mengalami depresi, kebingungan juga gejala psikotik seperti rasa ketakutan dan agresifitas. Apalagi penggunaanya yag berkepanjangan juga berakibat fatal berupa menurunnya kemampuan berpikir, membaca dan berbicara.

Inilah yang harus dimengerti masyarakat luas. Berbagai kampanye anti ganja dan narkoba telah dilakukan, bahkan pemerintah sendiri telah mengeluarkan undang-undang tentang larangan proses produksi, distribusi sampai tahap konsumsi ganja. Yaitu Undang-undang No. 22 1997 tentang narkotika mengklasifikasikan ganja; biji, buah, jerami, hasil olahan atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasil sebagai narkotika golongan I yang berarti satu kelas dengan opium dan kokain.

Pasal 82 ayat 1 butir a UU tersebut menyatakan bahwa mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun dan denda paling paling banyak satu milyar rupiah.

Sementara di Aceh ketika masa Belanda dulu, ganja dijual bebas di pasar, di kios kios dan gerobak-gerobak penjaja sayur. Ganja mulai dilarang ketika Hoegeng menjadi Kepala Pemerintahan Kolonial Belanda untuk Nusantara. Ia ingin tahu penyebab pemuda Aceh kerap bermalas-malasan yang dinilai merugikan ekonomi Kerajaan Belanda. Setelah diteliti penyebabnya karena mengisap ganja.

Kesan Aceh sebagai ladang ganja memang berkonotasi negatif, telah mencoreng muka kita orang Aceh di mata Internasional. Apalagi bila dikaitkan dengan julukan Daerah Syariat Islam, sangat memalukan. Terpulang kepada kita semua bagaimana untuk mengatasi problema penyakit masyarakat ini. Tentunya dibutuhkan keterlibatan semua. Mulai dari pemerintah, ulama, cendikiawan aparat penegak hukum dan yang lebih penting orang tua.

Dan terakhir kepada semua kampus dan perguruan tinggi lainnya di Aceh, tolong penelitiannya, mencari solusi lain, bagaimana ganja yang tumbuh subur di Aceh bisa dimanfaatkan dan dijadikan sebagai sektor andalan hasil pertanian bagi menambah income daerah.

Jangan biarkan julukan Aceh ladang ganja untuk tujuan negatif. Jangan biarkan generasi penerus Aceh menajadi bangsa pemalas tanpa daya. Selamatkan Aceh. penulis Oleh : (Usman Cut Raja)

Tag : NEWS
Back To Top